Syukuran, Tasyakuran, Bersyukur
Syukur
syu·kur 1 n rasa terima kasih kpd Allah: ia mengucapkan -- kpd Allah krn terlepas dr marabahaya; 2 p untunglah (pernyataan lega, senang, dsb): -- suamiku tidak mengalami cedera dl kecelakaan itu;
ber·syu·kur v berterima kasih; mengucapkan syukur: saya - krn dia terhindar dr bahaya;
men·syu·kuri v mengucapkan terima kasih kpd Allah; berterima kasih krn suatu hal;
Ridha
ri·da a 1 rela; suka; senang hati: -- lah patik menjadi istri beliau; 2 perkenan; rahmat: negeri yg aman dan makmur serta mendapat -- Tuhan Yang Maha Esa;
me·ri·dai v memperkenankan; mengizinkan (untuk Tuhan): Tuhan ~ perjuangan kita melawan penjajah
Rahmat
rah·mat n 1 belas kasih; kerahiman; 2 karunia (Allah); berkah (Allah): berkat -- Allah kita dapat bertemu lagi
Berkah
ber·kah n karunia Tuhan yg mendatangkan kebaikan bagi kehidupan manusia; berkat
Hidayah
hi·da·yah n petunjuk atau bimbingan dr Tuhan: semoga Tuhan Yang Mahakuasa melimpahkan taufik dan -- Nya kpd kita
Ampunan
am·pun n 1 pembebasan dr tuntutan krn melakukan kesalahan atau kekeliruan; maaf: ia selalu berdoa dan memohon -- atas segala dosa dan kesalahannya; 2 kata yg menyatakan rasa heran kesal: -- , anak ini nakalnya bukan main; 3 cak bukan main: aduh baunya, -- , deh;
am·puni v maafkan: ya Tuhan, -- lah segala kesalahan dan dosaku;
meng·am·puni v memberi ampun; memaafkan: ~ kesalahan;
Al-Qur'an surah Ibrahim ayat 7
وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ
(Ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku benar-benar sangat keras.”
MUFRADAT
تأذّن الأمرَ : أعلمه : memberitahukan , mengumumkan
تأذّن الأمرَ : أعلمه : memberitahukan , mengumumkan
تأذَّنَ يتأذَّن، تَأذُّنًا، فهو مُتأذِّن
شَكَرَ - يَشْكُرُ ( لِـ ) : berterima kasih , bersyukur , membalas jasa
شكَرَ/ شكَرَ لـ يَشكُر، اُشْكُرْ، مصدر شُكْرٌ، شُكُورٌ، فهو شاكر، والمفعول مَشْكور (للمتعدِّي)
زَادَ - يَزِيْدُ : menambah , meningkatkan , menumbuhkan , memperbanyak , mempertinggi , memperbesar , menjadi lebih
زادَ/ زادَ على/ زادَ عن/ زادَ في/ زادَ من يَزِيد، زِدْ، زِيادةً وزَيْدًا، فهو زائد، والمفعول مَزيد (للمتعدِّي)
كَفَرَ - يكْفر : kufur , ingkar , tidak beriman , mengkafiri , mengingkari , tidak percaya
كفَرَ1/ كفَرَ بـ يكفُر، كُفْرًا وكُفُورًا وكُفْرانًا، فهو كافر، والمفعول مكفور (للمتعدِّي)
العَذَابُ ( ج اَعْذِبَةٌ ) : azab ( siksa , hukuman )
شَدِيْد : sangat , kuat , perkasa , bertenaga , jengkel , kasar , keras , kejam , akut , tekun , drastis , tabah
TAFSIR TAHLILI
Dalam ayat ini Allah swt kembali mengingatkan hamba-Nya untuk senantiasa bersyukur atas segala nikmat yang telah dilimpahkan-Nya. Bila mereka melaksanakannya, maka nikmat itu akan ditambah lagi oleh-Nya. Sebaliknya, Allah juga mengingatkan kepada mereka yang mengingkari nikmat-Nya, dan tidak mau bersyukur bahwa Dia akan menimpakan azab-Nya yang sangat pedih kepada mereka.
Mensyukuri rahmat Allah bisa dilakukan dengan berbagai cara. Pertama, dengan ucapan yang setulus hati; kedua, diiringi dengan perbuatan, yaitu menggunakan rahmat tersebut untuk tujuan yang diridai-Nya.
Dalam kehidupan sehari-hari, dapat kita lihat bahwa orang-orang yang dermawan dan suka menginfakkan hartanya untuk kepentingan umum dan menolong orang, pada umumnya tak pernah jatuh miskin ataupun sengsara. Bahkan, rezekinya senantiasa bertambah, kekayaannya makin meningkat, dan hidupnya bahagia, dicintai serta dihormati dalam pergaulan. Sebaliknya, orang-orang kaya yang kikir, atau suka menggunakan kekayaannya untuk hal-hal yang tidak diridai Allah, seperti judi atau memungut riba, maka kekayaannya tidak bertambah, bahkan lekas menyusut. Di samping itu, ia senantiasa dibenci dan dikutuk orang banyak, dan di akhirat memperoleh hukuman yang berat.
Al-Qur'an surah Aḍ-Ḍuḥā ayat 11
وَاَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ ࣖ
Terhadap nikmat Tuhanmu, nyatakanlah (dengan bersyukur).
MUFRADAT
نَعِمَ - ينعم : menikmati
نعِمَ/ نعِمَ بـ يَنعَم ويَنعُم ويَنعِم، اِنْعَمْ، مصدر نَعَمٌ، نَعْمَةٌ، نِعْمَةٌ، نَعِيمٌ، فهو ناعِم، والمفعول منعوم به
نِعْمَة [مفرد]: ج نِعْمات وأنْعُم ونِعَم
حَدَّثَ - يُحَدِّثُ : 1. menceritakan kepada , berhubungan dengan , berbicara kepada , bertemu dengan ; 2. membaharui , memodernisasi
حدَّثَ يحدِّث، حَدِّثْ، مصدر تَحْديثٌ، فهو محدِّث، والمفعول محدَّث (للمتعدِّي)
تَحَدَّثَ - يَتَحَدَّثُ : bercakap - cakap , berbicara , bercerita
تحدَّثَ/ تحدَّثَ بـ/ تحدَّثَ عن يتحدَّث، تَحَدَّثْ، مصدر تَحَدُّثٌ، فهو مُتحدِّث، والمفعول مُتَحَدَّث به
TAFSIR TAHLILI
Dalam ayat ini, Allah menegaskan lagi kepada Nabi Muhammad agar memperbanyak pemberiannya kepada orang-orang fakir dan miskin serta mensyukuri, menyebut, dan mengingat nikmat Allah yang telah dilimpahkan kepadanya. Menyebut-nyebut nikmat Allah yang telah dilimpahkan kepada kita bukanlah untuk membangga-banggakan diri, tetapi untuk mensyukuri dan mengharapkan orang lain mensyukuri pula nikmat yang telah diperolehnya. Dalam sebuah hadis, Nabi saw mengatakan:
لاَ يَشْكُرُ اللّٰهَ مَنْ لاَ يَشْكُرُ النَّاسَ. (رواه أبو داود والترمذي عن أبي هريرة)
Orang yang tidak berterima kasih kepada manusia tidak mensyukuri Allah. (Riwayat Abū Dāwud dan at-Tirmiżī dari Abū Hurairah)
Kebiasaan orang-orang kikir sering menyembunyikan harta kekayaannya untuk menjadi alasan tidak bersedekah, dan mereka selalu memperdengarkan kekurangan. Sebaliknya, orang-orang dermawan senantiasa menampakkan pemberian dan pengorbanan mereka dari harta kekayaan yang dianugerahkan kepada mereka dengan menyatakan syukur dan terima kasih kepada Allah atas limpahan karunia-Nya itu.
Al-Qur'an surah Aṭ-Ṭalāq ayat 2
فَاِذَا بَلَغْنَ اَجَلَهُنَّ فَاَمْسِكُوْهُنَّ بِمَعْرُوْفٍ اَوْ فَارِقُوْهُنَّ بِمَعْرُوْفٍ وَّاَشْهِدُوْا ذَوَيْ عَدْلٍ مِّنْكُمْ وَاَقِيْمُوا الشَّهَادَةَ لِلّٰهِ ۗذٰلِكُمْ يُوْعَظُ بِهٖ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ ەۗ وَمَنْ يَّتَّقِ اللّٰهَ يَجْعَلْ لَّهٗ مَخْرَجًا ۙ
Apabila mereka telah mendekati akhir idahnya, rujuklah dengan mereka secara baik atau lepaskanlah mereka secara baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil dari kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah. Yang demikian itu dinasihatkan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman kepada Allah dan hari akhir. Siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya
TAFSIR TAHLILI
Dalam ayat-ayat ini, Allah menerangkan bahwa apabila masa idah istri hampir habis dan suami masih ingin berkumpul kembali, ia boleh rujuk kepada istrinya dan tinggal bersama secara baik sebagai suami-istri, melaksanakan kewajibannya, memberi belanja, pakaian, tempat tinggal, dan lainnya. Akan tetapi, kalau suami tetap tidak akan rujuk kepada istri, maka ia boleh melepaskannya secara baik pula tanpa ada ketegangan terjadi, menyempurnakan maharnya, memberi mut‘ah sebagai imbalan dan terima kasih atas kebaikan istrinya selama ia hidup bersama dan lain-lain yang menghibur hatinya. Apabila suami memilih rujuk, maka hendaknya hal itu disaksikan oleh dua orang saksi laki-laki yang adil, untuk memantapkan rumah tangganya kembali.
Selanjutnya Allah menyerukan agar kesaksian itu diberikan secara jujur karena Allah semata-mata tanpa mengharapkan bayaran dan tanpa memihak, sebagaimana firman Allah:
كُوْنُوْا قَوَّامِيْنَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاۤءَ لِلّٰهِ وَلَوْ عَلٰٓى اَنْفُسِكُمْ
Jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri. (an-Nisā’/4: 135)
Demikian seruan mengenai rujuk dan talak untuk menjadi pelajaran bagi orang yang beriman kepada Allah di hari akhirat. Orang yang bertakwa kepada Allah, dan patuh menaati peraturan-peraturan yang telah ditetapkan-Nya, antara lain mengenai rujuk dan talak tersebut di atas, niscaya Ia akan menunjukkan baginya jalan keluar dari kesulitan yang dihadapinya.
Bagi orang-orang yang bertakwa kepada Allah, tidak saja diberi dan dimudahkan jalan keluar dari kesulitan yang dihadapinya, tetapi juga diberi rezeki oleh Allah dari arah yang tidak disangka-sangka, yang belum pernah terlintas dalam pikirannya. Selanjutnya Allah menyerukan agar mereka bertawakal kepada-Nya, karena Allah-lah yang mencukupkan keperluannya mensukseskan urusannya.
Bertawakal kepada Allah artinya berserah diri kepada-Nya, menyerahkan sepenuhnya kepada-Nya keberhasilan usaha. Setelah ia berusaha dan memantapkan satu ikhtiar, barulah ia bertawakal. Bukanlah tawakal namanya apabila seorang menyerahkan keadaannya kepada Allah tanpa usaha dan ikhtiar. Berusaha dan berikhtiar dahulu baru bertawakal menyerahkan diri kepada Allah.
Pernah terjadi seorang Arab Badui berkunjung kepada Nabi di Medinah dengan mengendarai unta. Setelah orang Arab itu sampai ke tempat yang dituju, ia turun dari untanya lalu masuk menemui Nabi saw. Nabi bertanya, “Apakah unta sudah ditambatkan?” Orang Badui itu menjawab, “Tidak! Saya melepaskan begitu saja, dan saya bertawakal kepada Allah.” Nabi saw bersabda, “Tambatkan dulu untamu, baru bertawakal.”
Allah akan melaksanakan dan menyempurnakan urusan orang yang bertawakal kepada-Nya sesuai dengan kodrat iradat-Nya, pada waktu yang telah ditetapkan, sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya:
وَكُلُّ شَيْءٍ عِنْدَهٗ بِمِقْدَارٍ
Dan segala sesuatu ada ukuran di sisi-Nya. (ar-Ra‘d/13: 8)
----------
Al-Qur'an surah Aṭ-Ṭalāq ayat 3
وَّيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُۗ وَمَنْ يَّتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ فَهُوَ حَسْبُهٗ ۗاِنَّ اللّٰهَ بَالِغُ اَمْرِهٖۗ قَدْ جَعَلَ اللّٰهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا
dan menganugerahkan kepadanya rezeki dari arah yang tidak dia duga. Siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya. Sesungguhnya Allahlah yang menuntaskan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah membuat ketentuan bagi setiap sesuatu.
TAFSIR TAHLILI
Dalam ayat-ayat ini, Allah menerangkan bahwa apabila masa idah istri hampir habis dan suami masih ingin berkumpul kembali, ia boleh rujuk kepada istrinya dan tinggal bersama secara baik sebagai suami-istri, melaksanakan kewajibannya, memberi belanja, pakaian, tempat tinggal, dan lainnya. Akan tetapi, kalau suami tetap tidak akan rujuk kepada istri, maka ia boleh melepaskannya secara baik pula tanpa ada ketegangan terjadi, menyempurnakan maharnya, memberi mut‘ah sebagai imbalan dan terima kasih atas kebaikan istrinya selama ia hidup bersama dan lain-lain yang menghibur hatinya. Apabila suami memilih rujuk, maka hendaknya hal itu disaksikan oleh dua orang saksi laki-laki yang adil, untuk memantapkan rumah tangganya kembali.
Selanjutnya Allah menyerukan agar kesaksian itu diberikan secara jujur karena Allah semata-mata tanpa mengharapkan bayaran dan tanpa memihak, sebagaimana firman Allah:
كُوْنُوْا قَوَّامِيْنَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاۤءَ لِلّٰهِ وَلَوْ عَلٰٓى اَنْفُسِكُمْ
Jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri. (an-Nisā’/4: 135)
Demikian seruan mengenai rujuk dan talak untuk menjadi pelajaran bagi orang yang beriman kepada Allah di hari akhirat. Orang yang bertakwa kepada Allah, dan patuh menaati peraturan-peraturan yang telah ditetapkan-Nya, antara lain mengenai rujuk dan talak tersebut di atas, niscaya Ia akan menunjukkan baginya jalan keluar dari kesulitan yang dihadapinya.
Bagi orang-orang yang bertakwa kepada Allah, tidak saja diberi dan dimudahkan jalan keluar dari kesulitan yang dihadapinya, tetapi juga diberi rezeki oleh Allah dari arah yang tidak disangka-sangka, yang belum pernah terlintas dalam pikirannya. Selanjutnya Allah menyerukan agar mereka bertawakal kepada-Nya, karena Allah-lah yang mencukupkan keperluannya mensukseskan urusannya.
Bertawakal kepada Allah artinya berserah diri kepada-Nya, menyerahkan sepenuhnya kepada-Nya keberhasilan usaha. Setelah ia berusaha dan memantapkan satu ikhtiar, barulah ia bertawakal. Bukanlah tawakal namanya apabila seorang menyerahkan keadaannya kepada Allah tanpa usaha dan ikhtiar. Berusaha dan berikhtiar dahulu baru bertawakal menyerahkan diri kepada Allah.
Pernah terjadi seorang Arab Badui berkunjung kepada Nabi di Medinah dengan mengendarai unta. Setelah orang Arab itu sampai ke tempat yang dituju, ia turun dari untanya lalu masuk menemui Nabi saw. Nabi bertanya, “Apakah unta sudah ditambatkan?” Orang Badui itu menjawab, “Tidak! Saya melepaskan begitu saja, dan saya bertawakal kepada Allah.” Nabi saw bersabda, “Tambatkan dulu untamu, baru bertawakal.”
Allah akan melaksanakan dan menyempurnakan urusan orang yang bertawakal kepada-Nya sesuai dengan kodrat iradat-Nya, pada waktu yang telah ditetapkan, sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya:
وَكُلُّ شَيْءٍ عِنْدَهٗ بِمِقْدَارٍ
Dan segala sesuatu ada ukuran di sisi-Nya. (ar-Ra‘d/13: 8)