Segala Sesuatu Tergantung Niatnya

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ قَالَ سَمِعْتُ يَحْيَى بْنَ سَعِيدٍ يَقُولُ أَخْبَرَنِي مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ أَنَّهُ سَمِعَ عَلْقَمَةَ بْنَ وَقَّاصٍ اللَّيْثِيَّ يَقُولُ سَمِعْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَإِنَّمَا لِامْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ(رواه البخاري)

Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id, telah menceritakan kepada kami 'Abdul Wahhab, dia berkata: Aku mendengar Yahya bin Sa'id berkata: Telah mengabarkan kepadaku Muhammad bin Ibrahim, bahwa dia mendengar 'Alqamah bin Waqqash Al-Laitsi berkata: Aku mendengar Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

"Sesungguhnya segala amal itu bergantung pada niatnya, dan sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang dia niatkan. Barang siapa hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barang siapa hijrahnya karena dunia yang dia ingin dapatkan atau karena wanita yang ingin dia nikahi, maka hijrahnya itu sesuai dengan apa yang dia niatkan." (HR. Bukhari, dalam shahih bukhari)

Hadis إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ (sesungguhnya amal itu tergantung niatnya) menjadi dasar penting dalam qaidah ushul fiqih yang berbunyi:

1. الأمور بمقاصدها

(Al-umuru bi maqasidiha)– "Segala urusan dinilai berdasarkan tujuannya". Ini berarti setiap perbuatan dilihat dari niat yang melatarbelakangi perbuatan tersebut. Niat memegang peranan penting dalam penentuan hukum suatu tindakan, baik secara ibadah maupun muamalah.

Contoh:

Shalat: Seseorang yang berdiri untuk shalat harus berniat untuk shalat tertentu (seperti shalat fardhu atau sunnah). Jika ia shalat tanpa niat yang jelas, maka shalatnya tidak sah karena tidak ada tujuan yang pasti.

Sedekah: Jika seseorang memberikan uang kepada orang lain, tetapi niatnya hanya untuk pamer, maka amal tersebut tidak dihitung sebagai sedekah dalam pandangan Allah, karena niatnya bukan untuk mencari ridha-Nya.

Puasa: Jika seseorang berpuasa tetapi niatnya bukan karena Allah (misalnya, hanya untuk diet), maka puasa tersebut tidak dianggap sebagai ibadah dalam pandangan Allah, meskipun secara fisik ia menahan diri dari makan dan minum.

Belajar ilmu agama: Jika seseorang menuntut ilmu agama dengan niat untuk mendapatkan pujian dari orang lain atau keuntungan duniawi, maka amal belajarnya tidak dihitung sebagai ibadah yang berpahala, karena niatnya bukan karena Allah.

Menikah: Jika seseorang menikah dengan niat semata-mata untuk menjaga diri dari perbuatan dosa (zina) dan meraih ridha Allah, maka pernikahan tersebut bernilai ibadah. Namun, jika seseorang menikah hanya untuk tujuan duniawi seperti kekayaan atau status, maka ia hanya akan mendapatkan apa yang ia niatkan, bukan pahala dari ibadah.

Hijrah: Seseorang yang berhijrah dari satu tempat ke tempat lain dengan niat mendekatkan diri kepada Allah dan melaksanakan agama, maka ia mendapatkan pahala hijrah. Sebaliknya, jika niat hijrahnya karena alasan duniawi, seperti mencari harta atau menikahi seseorang, maka ia hanya akan mendapatkan apa yang ia niatkan.

2. ما لا يتم الواجب إلا به فهو واجب

(Ma la yatimmu al-wajib illa bihi fahuwa wajib) – "Sesuatu yang tidak dapat menyempurnakan kewajiban kecuali dengannya, maka hal itu menjadi wajib". Dalam konteks ini, jika sebuah amal tergantung pada niat untuk menjadi sah atau diterima, maka niat menjadi syarat yang wajib dipenuhi.

Contoh:

Berwudhu sebelum shalat: Wudhu merupakan syarat sah shalat. Karena shalat tidak bisa sah tanpa wudhu, maka wudhu menjadi wajib bagi orang yang hendak menunaikan shalat.

Mencari arah kiblat: Jika seseorang hendak shalat, dan tidak mengetahui arah kiblat, maka wajib baginya untuk berusaha mencari arah kiblat, karena tanpa mengetahui arah kiblat, shalat tidak akan sempurna.

Menutup aurat dalam shalat: Menutup aurat adalah syarat sahnya shalat. Oleh karena itu, seseorang wajib menutup auratnya saat shalat karena tanpa hal ini, shalatnya tidak sah.

Menguasai ilmu sebelum memberi fatwa: Jika seseorang diminta untuk memberi fatwa (menjawab pertanyaan hukum), maka wajib baginya menguasai ilmu syariat yang berkaitan. Karena fatwa tidak sah tanpa ilmu, maka menuntut ilmu terkait menjadi wajib sebelum memberikan fatwa.

Mencari air untuk wudhu: Ketika seseorang ingin shalat, wudhu adalah wajib. Jika air tidak ada di dekatnya, maka ia wajib berusaha mencari air sebelum ia bisa berwudhu. Usaha mencari air menjadi wajib karena tanpa wudhu, shalatnya tidak sah.

Belajar membaca Al-Qur’an untuk shalat: Membaca Al-Fatihah adalah rukun dalam shalat. Jika seseorang tidak bisa membaca Al-Fatihah, maka ia wajib belajar hingga bisa, karena tanpa bisa membaca Al-Fatihah, shalatnya tidak sah.

Berikut 4 kata mutiara berima yang terinspirasi dari hadis ini:

1. Amal tak akan berarti tanpa niat yang suci, seperti melangkah tapi tanpa tujuan pasti.

2. Kebaikan itu terwujud dalam ketulusan hati, bukan dalam bentuk kemegahan tapi tak berarti.

3. Hijrah menuju ridha Allah itu pasti bermakna, tapi hijrah untuk tujuan dunia hanya akan sia-sia belaka.

4. Luruskan niat di setiap jalan, karena hanya itu yang akan menentukan keberkahan.

Berikut kata mutiara perumpamaan dari hadis ini:

1. Niat bagaikan kompas dalam lautan luas, tanpa itu arah amal jadi tak jelas.

2. Amal tanpa niat ibarat kembang api, terang di awal namun segera mati.

3. Amal tanpa niat ibarat kapal laut tapi tanpa layar, ia takkan sampai ke pantai yang benar.

Perumpamaan ini menekankan pentingnya niat yang kuat sebagai fondasi atau pedoman dalam setiap tindakan agar hasilnya bermakna.

Hadis ini menunjukkan pentingnya niat dalam menentukan nilai dan akibat dari setiap amal, baik dalam ibadah maupun perbuatan lainnya.

Semoga bermanfaat.