Dari Silaturahmi Menuju Surga: Makna Dalam Halal Bi Halal
Naik sepeda sambil tertawa,
Nabrak warung karena lihat janda,
Kalau hati pernah terluka,
Hari ini mari kita lapangkan dada.
Main layangan di tengah rawa,
Talinya putus nyangkut di rumah seorang wanita,
Kalau dulu suka buat kamu kecewa,
Hari ini mari kita maafkan siapapun dia.
Ada Nenek joget pakai sandal dan sepatu,
Ada Kakek nonton bola sambil menggerutu,
Ayo maaf-maafan karena bikin kita bersatu,
Yang penting jangan baperan melulu!
Ada burung hantu malam-malam beli jamu,
Akhirnya ketiduran karena salah minum susu,
Kalau dia pernah bikin kamu sakit dan malu,
Gak usah dendam, senyumin aja dulu!
Ke pasar sama istri beli tahu,
Ketemu mantan pura-pura lugu,
Kalau hatimu pernah pilu,
Hari ini saatnya saling memaafkan dulu.
Halal bi halal merupakan tradisi khas masyarakat Muslim Indonesia yang biasanya dilaksanakan setelah Hari Raya Idul Fitri sebagai momen untuk saling bermaafan dan mempererat tali silaturahmi. Secara bahasa, "halal" berarti sesuatu yang diperbolehkan, sedangkan secara istilah, halal bi halal dapat dimaknai sebagai saling menghalalkan atau saling memaafkan atas kesalahan masa lalu, baik yang disengaja maupun tidak. Meskipun istilah ini tidak secara langsung terdapat dalam Al-Qur’an atau Hadis, nilai-nilai yang terkandung di dalamnya sangat selaras dengan ajaran Islam tentang pentingnya memaafkan dan menjaga ukhuwah. Allah berfirman dalam QS. An-Nur ayat 22:
وَلَا يَأْتَلِ اُولُو الْفَضْلِ مِنْكُمْ وَالسَّعَةِ اَنْ يُّؤْتُوْٓا اُولِى الْقُرْبٰى وَالْمَسٰكِيْنَ وَالْمُهٰجِرِيْنَ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۖوَلْيَعْفُوْا وَلْيَصْفَحُوْاۗ اَلَا تُحِبُّوْنَ اَنْ يَّغْفِرَ اللّٰهُ لَكُمْ ۗوَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
Janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan (rezeki) di antara kamu bersumpah (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kerabat(-nya), orang-orang miskin, dan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah. Hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu? Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (An-Nūr [24]:22)
Secara Bahasa (لُغَةً):
Kata "Halal" (حَلَال):
العفو والإباحة
Pengampunan dan kebolehan.
Kata "bi" (بِ):
حَرْفُ جَرٍّ يُفِيدُ المُصَاحَبَةَ أو السَّبَبِيَّةَ
Kata depan yang menunjukkan makna kebersamaan atau sebab.
Kata "Halal" (حَلَال):
Maknanya sama seperti sebelumnya, yaitu:
العفو والإباحة
Pengampunan dan kebolehan.
Gabungan "Halal bi Halal" secara bahasa:
طَلَبُ الحِلِّ وَالإِبَاحَةِ بَينَ النَّاسِ
Permintaan saling menghalalkan dan membebaskan kesalahan antarsesama.
Secara Majazi (مَجَازًا):
Kalimat حَلَالٌ بِحَلَالٍ adalah ungkapan khas dalam budaya Indonesia (istilah Islam di Nusantara) yang secara majazi dimaknai:
تَطْهِيرُ القُلُوبِ وَتَجْدِيدُ المَحَبَّةِ بَعْدَ شَهْرِ رَمَضَان
Membersihkan hati dan memperbarui kasih sayang setelah bulan Ramadhan.
DALIL:
Shahih Muslim 4635:
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَزُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَاللَّفْظُ لِأَبِي بَكْرٍ قَالَا حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ أَبِي مُزَرِّدٍ عَنْ يَزِيدَ بْنِ رُومَانَ عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّحِمُ مُعَلَّقَةٌ بِالْعَرْشِ تَقُولُ مَنْ وَصَلَنِي وَصَلَهُ اللَّهُ وَمَنْ قَطَعَنِي قَطَعَهُ اللَّهُ
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah dan Zuhair bin Harb — dan lafaz (hadis) ini dari Abu Bakar — keduanya berkata: Telah menceritakan kepada kami Waki‘ dari Mu‘awiyah bin Abi Muzarrid dari Yazid bin Ruman dari ‘Urwah dari ‘Aisyah, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ar-Rahim (tali silaturahmi) bergantung di ‘Arsy, ia berkata: ‘Siapa yang menyambungku, maka Allah akan menyambungnya, dan siapa yang memutusku, maka Allah akan memutusnya.’”
Dalam hadis ini, terdapat dua kata yang memiliki makna majazi, yaitu "الرَّحِمُ" (rahim) dan "الْعَرْشِ" (Arsy).
Kata الرَّحِمُ (Rahim): Secara harfiah, "rahim" berarti rahim ibu atau tempat janin berkembang dalam tubuh ibu. Namun, dalam hadis ini, "rahim" digunakan dalam makna majazi untuk merujuk pada hubungan kekerabatan atau silaturahmi antar sesama manusia, bukan hanya hubungan biologis. Rahim di sini melambangkan ikatan kasih sayang, hubungan kekeluargaan, atau ikatan sosial antara individu. Jadi, "rahim" dalam hadis ini mengandung makna bahwa silaturahmi adalah sesuatu yang sangat penting dan memiliki nilai tinggi di sisi Allah.
Kata الْعَرْشِ (Arsy): Secara harfiah, "Arsy" berarti singgasana Allah yang berada di atas langit, tempat yang paling tinggi dan agung dalam penciptaan-Nya. Dalam konteks hadis ini, "Arsy" digunakan secara majazi untuk menggambarkan kedudukan yang sangat mulia dan tinggi dari tali silaturahmi atau hubungan kekeluargaan di sisi Allah. Rahim yang digantungkan pada Arsy menggambarkan betapa pentingnya menjaga hubungan kekeluargaan dan betapa tinggi nilainya dalam pandangan Allah.
Jadi, dalam konteks hadis ini, penggunaan kata "rahim" dan "Arsy" bertujuan untuk memberikan gambaran simbolis yang menekankan betapa mulianya hubungan silaturahmi, serta betapa besar balasan atau konsekuensi yang akan diterima seseorang sesuai dengan upayanya dalam menjaga atau memutuskan hubungan tersebut.
Musnad Ahmad 18447:
حَدَّثَنَا حُسَيْنُ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ يَعْنِي ابْنَ قَرْمٍ عَنْ زِيَادِ بْنِ عِلَاقَةَ قَالَ سَمِعْتُ جَرِيرًا يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ لَا يَرْحَمْ لَا يُرْحَمْ وَمَنْ لَا يَغْفِرْ لَا يُغْفَرْ لَهُ
"Telah menceritakan kepada kami Husain bin Muhammad, telah menceritakan kepada kami Sulaiman – yaitu Ibnu Qarm – dari Ziyad bin ‘Ilaqah, ia berkata: Aku mendengar Jarir berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: 'Barangsiapa tidak menyayangi, maka dia tidak akan disayangi. Dan barangsiapa tidak memberi ampunan, maka tidak akan diampuni baginya.'"
Kata يَرْحَمْ (Rahmah): Secara harfiah, kata "rahmah" berarti kasih sayang atau belas kasihan. Dalam konteks hadis ini, "rahmah" digunakan dalam makna majazi untuk menunjukkan sikap pengasihan, perhatian, dan kebaikan terhadap sesama. Ini bukan hanya kasih sayang dalam pengertian fisik, tetapi juga dalam pengertian tindakan yang mencakup sikap sabar, pengertian, dan memberikan bantuan kepada orang lain, baik secara materi maupun non-materi. Jadi, jika seseorang tidak menunjukkan sikap pengasihan atau kasih sayang kepada orang lain, maka ia tidak akan menerima kasih sayang dari Allah.
Kata يَغْفِرْ (Ghafir): Secara harfiah, "ghafir" berarti mengampuni. Dalam makna majazi, kata ini menunjukkan tindakan untuk membebaskan orang lain dari kesalahan atau dosa yang telah mereka lakukan, meskipun mereka mungkin tidak layak mendapatkannya. Ini mencakup tindakan pemaafan atas kekeliruan orang lain dan melepaskan rasa dendam atau kebencian. Dalam konteks hadis ini, "ghafir" tidak hanya merujuk pada pengampunan dari Allah, tetapi juga pada pengampunan yang harus diberikan oleh sesama manusia. Jika seseorang tidak mampu mengampuni kesalahan orang lain, maka ia pun tidak akan diampuni oleh Allah.
Secara keseluruhan, hadis ini mengajarkan pentingnya sifat pengasih dan pengampun, serta menekankan bahwa jika kita ingin menerima kasih sayang dan pengampunan dari Allah, kita harus terlebih dahulu menunjukkan sikap yang sama kepada sesama manusia.
MAQALAH:
العَفْوُ فِي "حَلالٍ بِحَلالٍ" لَيْسَ ضُعْفًا، بَلْ هُوَ نُبْلُ الْقُلُوبِ الْقَوِيَّةِ.
"Memberikan maaf dalam 'halal dengan halal' bukanlah suatu kelemahan, tetapi itu adalah kemuliaan hati yang kuat."
Memberi maaf bukan berarti lemah atau kalah. Justru orang yang mampu memaafkan adalah orang yang berhati mulia dan memiliki kekuatan batin yang besar.
حَلالٌ بِحَلالٍ" بِدَايَةٌ جَدِيدَةٌ لِحَيَاةٍ أَنْقَى، وَنُفُوسٍ أَصْفَى.
Halal bi Halal adalah awal baru untuk hidup yang lebih bersih dan jiwa yang lebih jernih.
Tradisi Halal bi Halal menjadi momentum untuk memperbarui hubungan dan memulai lembaran baru tanpa beban masa lalu.
مَنْ اعْتَادَ "حَلالًا بِحَلالٍ" عَاشَ مَحْبُوبًا بَيْنَ النَّاسِ وَمَغْفُورًا عِندَ اللَّهِ.
Siapa yang membiasakan Halal bi Halal, hidupnya dicintai manusia dan diampuni oleh Allah.
Orang yang senantiasa menjaga silaturahmi dan saling memaafkan akan dicintai oleh sesama serta mendapatkan rahmat dan ampunan dari Allah.
Semoga bermanfaat.
Pengasuh Mahad Bahasa Adab
Dr. Ir. Adib Shururi, M.Pd.